SARI,KAU MEMBUAT AKU PENASARAN...


Beberapa tahun lalu ketika
perusahaan tempatku bekerja
mendapatkan kontrak suatu proyek
pada sebuah BUMN besar di Bandung,
selama setahun aku ngantor di
gedung megah kantor pusat BUMN
itu. Fasilitas di gedung kantor ini
lengkap. Ada beberapa bank, kantor
pos dan kantin. Kantorku di lantai 3,
di lantai 1 gedung ini terdapat
sebuah toko milik koperasi pegawai
BUMN ini yang menyediakan
kebutuhan sehari-hari, mirip
swalayan kecil. Ada 3 orang pegawai
koperasi yang melayani toko ini, 2
diantaranya cewek. Seorang sudah
berkeluarga, satu lagi single, 22
tahun, lumayan cantik, putih dan
mulus, mungil, sebut saja Sari
namanya.
Awalnya, aku tak ada niat
" mengganggu" Sari, aku ke toko ini
karena memang butuh makanan
kecil dan rokok. Sari menarik
perhatianku karena paha mulusnya
" diobral". Roknya selalu model mini dan
cara duduknya sembarangan. CD-nya
sempat terlihat ketika ia jongkok
mengambil dagangan yang terletak
di bagian bawah rak kaca etalase.
Aku jadi punya niat mengganggunya
(dan tentu saja ingin
menyetubuhinya) setelah tahu
bahwa Sari ternyata genit dan
omongannya "nyrempet-nyrempet".
Niatku makin menggebu setelah Sari
tak menunjukkan kemarahan ketika
beberapa kali aku menjamah paha
mulusnya dan bahkan sekali aku
pernah meremas buah dadanya.
Paling-paling ia hanya menepis
tanganku sambil matanya jelalatan
khawatir ada orang yang
melihatnya. Tentu ini ada "ongkosnya",
yaitu aku tak pernah minta uang
kembalian.
Agar bisa bebas menjamah, aku pilih
waktu yang tepat jika ingin membeli
sesuatu. Ternyata pada pagi hari
ketika toko baru buka atau sore
hari menjelang tutup adalah waktu-
waktu "aman" untuk mengganggunya.
Kenakalanku makin meningkat.
Mulanya hanya mengelus-elus paha,
kemudian meremas buah dada
(masih dari luar), terus
menyusupkan tangan ke BH (kenyal,
tak begitu besar sesuai dengan
tubuhnya yang sedang), lalu
menekan-nekan penisku yang sudah
tegang ke sepasang bulatan
pantatnya yang padat. Bahkan Sari
sudah "berani" meremas penisku
walau dari luar. Entah kenapa Sari
mau saja kuganggu. Mungkin karena
aku memakai dasi sehingga aku
dikiranya manager di BUMN ini,
padahal aku hanya staf biasa di
perusahaanku. Aturan perusahaan
memang mengharuskan aku pakai
dasi jika kerja di kantor klien.
Aku makin penasaran. Aku harus
bisa membawanya, menggeluti
tubuhnya yang padat mulus, lalu
merasakan vaginanya. Mulailah aku
menyusun rencana. Singkatnya, Sari
bersedia kuajak "jalan-jalan" setelah
jam kerjanya, pukul 5 sore. Tentang
waktu ini menjadi masalah. Walaupun
jam kerja resmiku sampai pukul 17,
tapi aku jarang bisa pulang tepat
waktu. Seringnya sampai jam 19
atau 20. Aku coba menawar jamnya
agak malam saja. Tak bisa, terlalu
malam kena marah mamanya,
katanya. Okelah, nanti cari akal
mencuri waktu. Pada hari yang
telah disepakati, Sari akan
menunggu di jalan "D" pukul 17.10. Dari
kantor ke jalan "D" memang makan
waktu 10 menit jalan kaki.
Pukul lima seperempat aku sudah
sampai di jalan D. Kulihat Sari
berdiri di tepi jalan, tapi tak
sendirian. Bu Maya (sebut saja
begitu) kawan sekerjanya yang
telah berkeluarga ada di
sampingnya. Celaka. Tadi Sari bilang
sendirian. Kalau bawa orang lain bisa
terbongkar belangku oleh kawan
kantor. Hal ini sangat kuhindari.
" Bu Maya cuma mau nebeng sampai
halte ", kata Sari seolah mengetahui
kekhawatiranku. Syukurlah. Tapi,
peristiwa ini harusnya tak
seorangpun boleh tahu.
" Tenang aja Mas.., rahasia dijamin, ya
Sari ", kata Bu Maya sambil mengedip
penuh arti.
Setelah menurunkan Bu Maya di
halte, aku langsung mengarah ke
Setia Budi. Kalau sudah ada cewek
duduk di sampingku, seperti biasa
mobilku langsung cari hotel, wisma,
guest-house, atau apapun namanya
yang bertebaran di daerah Setia
Budi. Daerah yang sudah beken di
antara para peselingkuh, sebab
sebagian besar tempat-tempat tadi
menyediakan tarif khusus, tarif
" istirahat" antar 3-6 jam, 75 % dari
room-rate.
Sari membiarkan tanganku
mengelus-elus pahanya yang makin
terbuka ketika duduk di mobil.
Penisku mulai bangun membayangkan
sebentar lagi aku bakal menggeluti
tubuh mulus padat ini.
"Ke mana Mas..", tanya Sari ketika
aku menghidupkan lampu sein ke
kanan mau masuk ke Hotel GE. "Kita
cari tempat santai..", jawabku."Jangan
ah. Lurus aja".
"Ke mana..", aku balik bertanya.
"Kata Mas tadi mau jalan-jalan ke
Lembang.. ".
Aku jadi ragu. Selama ini Sari
memberi sinyal "bisa dibawa", tapi
sekarang ia menolak masuk hotel.
Tanganku kembali ke pahanya,
bahkan terus ke atas meraba CD-
nya. "Ih, Mas.., dilihat orang",
sergahnya menepis tanganku.
Memang pada waktu yang
bersamaan aku menyalip motor dan
si pembonceng sempat melihat
kelakuan tanganku.
Kami sampai di Lembang. Aku
bingung. Tadi sewaktu aku mau
belok kiri ke Hotel "Kh" lagi-lagi Sari
menolak. Mau ngapain di Lembang?
Ke Maribaya? Ah, itu tempat
wisata, susah untuk "begituan". Lebih
baik mampir dulu buat minum sambil
mengatur taktik.
" Kita minum dulu ke sini, ya..?", ajakku
untuk mampir di tempat minum
susu segar yang biasa ditongkrongi
anak-anak muda.
" Mau minum susu? Engga.., ah.
Mendingan minum susu Sari aja..".
Aku tak heran, bicaranya memang
suka "nyrempet".
"Boleh..", kataku sambil memindahkan
tanganku dari paha ke belahan
kemejanya, menyusup ke balik BH-
nya, meremas. Tak ada penolakan.
Daging bulat yang 'mengkal'. Tak
begitu besar tapi padat. Puting
yang hampir tak terasa, karena
kecil. Celanaku terasa sesak. Sampai
di perempatan aku harus ambil
keputusan mau ke mana? Lurus ke
Maribaya. Kanan kembali ke Setia
Budi. Kiri ke arah Tangkuban Perahu.
Kulepas tanganku dari "susu segar"
Sari, aku belok kiri. Tangan Sari
kuraih kuletakkan di selangkanganku,
lalu tanganku kembali ke susu
segarnya. Tangannya memijit-mijit
penisku (dari luar). Berbahaya
sebenarnya. Kondisi jalan yang penuh
tikungan dan tanjakan sementara
konsentrasi tak penuh.
Hari mulai gelap, aku belum
menemukan solusi masalahku, di
mana aku akan menggumuli Sari? Di
tepi kanan jalan ke arah Tangkuban
Perahu itu banyak terdapat kedai-
kedai jagung bakar. Kubelokkan
mobilku ke situ, mencari tempat
parkir yang mojok dan gelap.
" Mau makan jagung?", tanyanya.
"Iya", jawabku. Makan "jagung"-mu.
Kuperiksa keadaan sekeliling mobil.
Gelap dan sepi. Segera kurebahkan
jok Sari sampai rata, kuserbu
bibirnya. Sari menyambut dengan
permainan lidahnya. Tanganku
kembali meremasi bukit kecil kenyal
itu sambil secara bertahap
mencopoti kancing kemejanya. Sari
melepaskan ciuman, bangkit,
memeriksa sekeliling.
" Jangan khawatir.., aman", kataku.
"Mau minum susu..?", tawarnya.
Tawaran yang naif, sebab
jawabannya begitu jelas. Sari
menarik sendiri sepasang 'cup'-nya
ke atas sehingga sepasang bukit
putih itu samar-samar tampak.
Dengan gemas kulumat habis-habisan
buah dadanya. Sekarang tonjolan
putingnya lebih jelas, karena
mengeras. Tanganku menyusup ke
balik CD-nya. Rambut kelaminnya
yang tak begitu lebat itu kuusap-
usap. Sementara ujung telunjukku
memencet clitorisnya.
" aahh", desahnya.
Tangannya kutuntun ke
selangkanganku. Ia meremas.
" Buka kancingnya Sar.." Sari menurut,
dengan agak susah ia membuka
kancing, menarik ritsluiting celanaku
dan "mengambil" penisku yang telah
keras tegang.
Beberapa menit kami bergumul
dengan cara begini. Sampai ketika
ujung jariku mulai masuk ke "pintu"
vaginanya, Sari berontak, bangkit,
lagi-lagi men-cek keadaan. Di depan
terlihat 2 orang pejalan kaki menuju
ke arah kami. Sari cepat-cepat
mengancingkan kemejanya,
kutangnya belum sempat dibereskan.
Sementara aku kembali ke
tempatku. Penisku masih kubiarkan
terbuka berdiri tegak. Toh tidak
akan kelihatan. Kami berlagak "alim"
sampai kedua orang itu lewat.
Kembali kami bergumul.
Keteganganku yang tadi sempat
turun oleh "gangguan" orang lewat,
kini naik lagi. Pintu vagina Saripun
sudah basah. Saatnya untuk mulai.
Kupelorotkan CD Sari. Tapi, masa
kutembak di mobil? Rupanya Sari
berpikiran sama.
" Jangan.., Mas.., banyak orang.."
"Makanya.., kita cari tempat, ya.."
Sari berberes sementara aku
menstart mobil. Aku menyetir
dengan posisi penisku tetap terbuka
tegang.
" Si joni udah engga tahan ya..", goda
Sari.
" Iyyaa.., sini..", kuraih tangannya
menuju ke penisku. Dielus-elus.
Tempat terdekat yang sudah
kukenal adalah Hotel "Kh", sedikit di
bawah Lembang. Dari jalan raya
kubelokkan mobilku masuk ke lorong
jalan khusus ke hotel Kh.
" Hee.., stop.., stop Mas..", serunya.
"Lho.., kita 'kan cari tempat..", aku
menginjak rem berhenti. Sari diam
saja.
" Di sini aman, deh Sar..".
"Udah malem.., Mas.., Lain kali aja
ya ?", Aku mulai jengkel. Si "Joni" mana
mau mengerti lain kali.
" Ayolah.., Sar, sebentar aja, sekali
aja.. ".
"Maaf Mas, lain kali saya mau deh..,
bener. Sekarang udah kemaleman.
Saya takut dimarahin Mama ", Aku
diam saja, jengkel.
" Bener.., Mas. lain kali saya mau..",
katanya lagi meyakinkanku.
Aku mengalah, toh masih banyak
kesempatan. Aku kembali menuju
Bandung. Kira-kira 100 m sebelum
hotel GE, kembali aku membujuk Sari
untuk mampir. Lagi-lagi Sari
menolak sambil sedikit ngambek. Aku
terus tak jadi mampir.
Sampai di jalan lurus menjelang
terminal Ledeng, macet sekitar
seratusan meter. Tempat ini
memang biasa macet. Selain keluar/
masuknya angkot, juga ada
pertigaan jalan Sersan Bajuri. Iseng
mengantre, kuambil tangan Sari ke
penisku yang masih belum "kusimpan",
Sari menggosoknya. Lepas dari
kemacetan tiba-tiba Sari memberi
tawaran yang nikmat.
" Mau dicium..?".
"Dengan senang hati".
Segera saja Sari membungkuk
melahap penisku yang sudah tegang
lagi. Kepalanya naik turun di
pangkuanku. Nikmatnya.., Baru kali ini
aku menyetir sambil dikulum. Aku
memperlambat jalan mobilku,
menikmati kulumannya sambil mata
tetap mengawasi kendaraan lain.
Sementara rasa nikmat menyelimuti
bawah badanku, deg-degan juga
dengan kondisi yang "aneh" ini. Sampai
di pertigaan jalan Panorama macet
lagi. Situasi ramai. Kuminta Sari
melepas kulumannya, banyak orang
lalu-lalang. Lepas dari kemacetan
kembali Sari memainkan lidahnya di
leher penisku. Ada untungnya juga
jalanan macet. Aku punya waktu
untuk menurunkan tensi sehingga
bisa bertahan lama. Oohh.., sedapnya
lidah itu mengkilik-kilik leher dan
kepala kelaminku. Nikmatnya bibir itu
turun naik menelusuri seluruh
batang penisku. Sayangnya, aku
harus membagi konsentrasiku ke
jalan.
Menjelang pertigaan Cihampelas Sari
melepas jilatannya, bangkit melihat
sekeliling.
" Sampai di mana nih?", tanyanya
terengah.
" Hampir Cihampelas", jawabku.
"Mampir ke Sultan Plaza.., ya Mas..".
"Mau ngapain?".
"Mama tadi pesan".
Okey, mendadak aku ada ide untuk
melepaskan ketegangan selepas-
lepasnya tanpa terpecah
konsentrasi. Aku masuk ke Plaza,
cari tempat parkir yang aman, di
belakang bangunan. Sengaja kupilih
tempat yang gelap. Kucegah Sari
membuka pintu hendak turun.
" Oh ya.., sini Sari rapiin". Kutarik
kepala Sari begitu ia membungkuk
akan merapikan celanaku.
" Terusin.., Sar..", perintahku.
Sari bangkit lagi. Kukira ia mau
menolak, tahunya hanya melihat
sekeliling. Aman. Kembali kepala Sari
turun-naik mengulum penisku. Kini
aku bisa konsentrasi ke rasa
nikmat di ujung penis. Sari memang
pintar berimprovisasi. Kelihatannya
ia sudah biasa ber-oral-seks.
Lidahnya tak melewatkan seincipun
batang kemaluanku. Kadang
ditelusuri dari ujung ke pangkal,
kadang berhenti agak lama di "leher".
Kadang bibirnya berperan sebagai
" bibir" bawahnya, menjepit sambil
naik-turun. Terkadang nakal dengan
sedikit menggigit. Aku bebas saja
mendesah, melenguh, atau bahkan
menjerit kecil, tempat parkir yang
luas itu memang sepi. Ketika
mulutnya mulai melakukan gerakan
"hubungan kelamin", perlahan aku
mulai "naik", rasa geli-geli di ujung
sana semakin memuncak. Saatnya
segera tiba.
" Dicepetin.., Sar..". Sari bukannya
mempercepat, malah melepas.
" Uh, pegel mulut saya..".
"Sebentar lagi.., Sar..".
Kembali ia melahap. Kali ini gerakan
kepalanya memang cepat. Aku
menuju puncak. Sari makin cepat.
Sebentar lagi.., hampir..! Sari
mempercepat lagi, sampai bunyi.
Hampir.., hampir.., dan "Creett",
Kusemprotkan maniku ke dalam
mulut Sari. Aku melayang.
" Uuhh" Sari melepaskan kulumannya,
"Crot..", kedua dan seterusnya ke
celana dan perutku.
" Iihh.., engga bilang mau keluar..,
jijik.. ", katanya sambil mencari-cari
tissu.Aku rebah terkulai. Sementara
Sari membersihkan mulutnya dengan
tissu.
Beberapa saat kemudian.
" Yuk.., Mas.., turun".
"Entar dong..", Aku bersih-bersih diri.
Celaka, noda yang di celana tak bisa
hilang.
" Kamu sendiri deh".
"Sama Mas dong..".
"Ini.., engga bisa ilang", kataku sambil
menunjuk noda itu.
" Bajunya engga usah dimasukin",
sarannya. Betul juga.
Akhirnya aku membayar belanjaan
Sari. Aku diminta ikut belanja
karena maksudnya memang itu. Aku
juga memberinya uang dengan
harapan agar lain kali bisa
kusetubuhi.
Esoknya ketika aku membeli rokok,
Sari kelihatan biasa saja tak
berubah. Masih genit dan sedikit
manja. Peristiwa semalam tak
mengubah prilakunya. Aku yang
makin penasaran ingin menidurinya.
Pernah suatu pagi sekali tokonya
belum buka tapi Sari sudah datang
sendirian sedang merapikan barang-
barang, kukeluarkan penisku yang
sudah tegang karena sebelumnya
meremas dadanya. Kuminta Sari
mengulumnya di situ.
" Gila..! entar ada orang".
"Belum ada.., ayo sebentar aja".
Diapun mengulum sambil was-was.
Matakupun jelalatan memperhatikan
sekeliling. Kuluman sebentar, tapi
membuatku exciting.
Setiap ada kesempatan untuk pulang
jam 5, aku selalu mengajak Sari.
Beberapa kali ia menolak. Macam-
macam alasannya. Sedang mens,
mau ngantar adik, ditunggu
mamanya. Sayang sekali, sampai Sari
pindah kerja aku tak berhasil
menidurinya.
Tapi kemarin, setelah hampir 2
tahun, aku ketemu Sari di BIP
berdua dengan teman cewek. Dia
rupanya sudah tidak bekerja di toko
koperasi itu lagi, sekarang kerja di
Bagian Administrasi di sebuah Guest
House. Jelas aku mencatat nomor
teleponnya. Letak tempat kerjanya
tak jauh dari kantor itu. Hanya,
kemungkinan ketemu kecil, sebab
proyekku di kantor itu telah selesai.
Aku penasaran!

mustofa satrio 04 Mar, 2011


--
Source: http://mustofaxxxzone.blogspot.com/2011/03/sarikau-membuat-aku-penasaran.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com

UNLIMITED DOWNLOAD 3GP BOKEP TERBARU CLICK DISINI......

NO HP CEWEK2 PANGGILAN GILA SEXS CLICK DISINI......

ALAMAT FACEBOOK< TWUITER, dan No HP CEWEK2 (AYAM KAMPUS) INDO CLICK DISINI......