PEMBALASAN SELINGKUH DOKTER MIRANTI

Dalam sebuah seminar sehari di hall
Hotel Hilton International di
Jakarta, tampak seorang wanita
paruh baya berwajah manis sedang
membacakan sebuah makalah
tentang peranan wanita modern
dalam kehidupan rumah tangga
keluarga bekerja. Dengan tenang ia
membaca makalah itu sambil
sesekali membuat lelucon yang tak
ayal membuat para peserta
seminar itu tersenyum riuh.
Permasalahan yang sedang dibahas
dalam seminar itu menyangkut
perihal mengatasi problem
perselingkuhan para suami yang
selama ini memang menjadi topik
hangat baik di forum resmi ataupun
tidak resmi. Beberapa peserta
seminar yang terdiri dari wanita
karir, ibu-ibu rumah tangga dan
para pelajar wanita itu tampak
serius mengikuti jalannya seminar
yang diwarnai oleh perdebatan
antara pakar sosiologi keluarga
yang sengaja diundang untuk
menjadi pembicara. Hadir juga
beberapa orang wartawan yang
meliput jalannya seminar sambil ikut
sesekali mengajukan pertanyaan ke
arah peserta dan pembicara.
Suasana riuh saat wanita pembicara
itu bercerita tentang seorang
temannya yang bersuamikan
seorang pria mata keranjang doyan
main perempuan. Berbagai pendapat
keluar dalam perdebatan yang
diarahkan oleh moderator.
Diakhir sesi pertama saat para
peserta mengambil waktu istirahat
selama tiga puluh menit, tampak
wanita pembicara itu keluar
ruangan dengan langkah cepat
seperti menahan sesuatu. Ia
berjalan dengan cepat menuju toilet
di samping hall tempat seminar.
Namun saat melewati lorong menuju
tempat itu ia tak sadar menabrak
seseorang, akibatnya ia langsung
terhenyak.
"Oh…, maaf, saya tidak melihat anda…,
maaf ya?", seru wanita itu pada
orang yang ditabraknya, namun
orang itu seperti tak mengacuhkan.
" Oke…", sahut pria muda berdasi itu
lembut dan berlalu masuk ke dalam
toilet pria.
Wanita itupun bergegas ke arah
toilet wanita yang pintunya
berdampingan dengan pintu toilet
pria. Beberapa saat lamanya wanita
itu di sana lalu tampak lelaki itu
keluar dari toilet dan langsung
menuju ke depan cermin besar dan
mencuci tangannya. Kemudian wanita
tadi muncul dan menuju ke tempat
yang sama, keduanya sesaat saling
melirik. "Hai", tegur pria itu kini
mendahului.
" Halo…, anda peserta seminar?", tanya
si wanita.
" Oh, bukan. Saya bekerja di sini,
maksud saya di hotel ini ", jawab pria
itu.
" Oh…, kalau begitu kebetulan, saya
rasa setelah seminar ini saya akan
kontak lagi dengan manajemen hotel
ini untuk mengundang sejumlah
pakar dari Amerika untuk seminar
masalah kesehatan ibu dan anak. Ini
kartu namaku ", kata wanita itu
sambil mengulurkan tangannya pada
pria itu. Lelaki itu mengambil
secarik kartu dari dompetnya dan
menyerahkannya pada wanita itu.
"Dokter Miranti Pujiastuti, oh
ternyata Ibu ini pakar ilmu
kedokteran ibu dan anak yang
terkenal itu, maaf saya baru
pertama kali melihat Ibu.
Sebenarnya saya banyak membaca
tulisan-tulisan Ibu yang
kontroversial itu, saya sangat
mengagumi Ibu ", mendadak pria itu
menjadi sangat hormat.
" Ah kamu, jangan terlalu berlebihan
memuji aku, dan kamu …, hmm…, Edo
Prasetya, wakil General Manager
Hilton International Jakarta. Kamu
juga hebat, manajer muda ", seru
wanita itu sambil menjabat tangan
pemuda bernama Edo itu kemudian.
" Kalau begitu saya akan kontak anda
mengenai masalah akomodasi dan
acara seminar yang akan datang,
senang bertemu anda, Edo ", seru
wanita itu sambil kemudian berlalu.
" Baik, Bu dokter", jawab sahut pria
itu dan membiarkan wanita paruh
baya itu berlalu dari ruangan di
mana mereka berbicara.
Sejenak kemudian pemuda itu masih
tampak memandangi kartu nama
dokter wanita itu, ia seperti
sedang mengamati sesuatu yang
aneh.
" Bukankah dokter itu cantik sekali?",
ia berkata dalam hati.
" Oh aku benar-benar tak tahu kalau
ia dokter yang sering menjadi
perhatian publik, begitu tampak
cantik di mataku, meski sudah
separuh baya, ia masih tampak
cantik ", benaknya berbicara sendiri.
"Ah kenapa itu yang aku pikirkan?",
serunya kemudian sambil berlalu
dari ruangan itu.
Sementara itu di sebuah rumah
kawasan elit Menteng Jakarta
pusat tampak sebuah mobil
memasuki halaman luas rumah itu.
Wanita paruh baya bernama dokter
Miranti itu turun dari sedan Mercy
hitam dan langsung memasuki
rumahnya. Wajah manis wanita
paruh baya itu tampaknya
menyimpan sebuah rasa kesal dalam
hati. Sudah seminggu lamanya suami
wanita itu belum pulang dari
perjalanan bisnis keluar negeri.
Sudah seminggu pula ia didera isu
dari rekan sejawat suaminya
tentang tingkah laku para pejabat
dan pengusaha kalangan atas yang
selalu memanfaatkan alasan
perjalanan bisnis untuk mencari
kepuasan seksual di luar rumah
alias perselingkuhan.
Wanita itu menghempaskan
badannya ke tempat tidur empuk
dalam ruangan luas itu. Ditekannya
remote TV dan melihat program
berita malam yang sedang dibacakan
penyiar. Namun tak berselang lama
setelah itu dilihatnya di TV itu
seorang lelaki botak yang tak lain
adalah suaminya sedang berada
dalam sebuah pertemuan resmi
antar pengusaha di Singapura.
Namun yang membuat hati wanita
itu panas adalah saat melihat
suaminya merangkul seorang
delegasi dagang Singapura yang
masih muda dan cantik. Sejenak ia
memandang tajam ke arah televisi
besar itu lalu dengan gemas ia
membanting remote TV itu ke
lantai setelah mematikan TV-nya.
" Ternyata apa yang digosipkan orang
tentang suamiku benar terjadi, huh ",
seru wanita itu dengan hati
dongkol.
" Bangsaat..! ", Teriaknya kemudian
sambil meraih sebuah bantal guling
dan menutupi mukanya.
Tak seorangpun mendengar teriakan
itu karena rumah besar itu
dilengkapi peredam suara pada
dindingnya, sehingga empat orang
pembantu di rumah itu sama sekali
tidak mengetahui kalau sang nyonya
mereka sedang marah dan kesal. Ia
menangis sejadi-jadinya, bayang-
bayang suaminya yang berkencan
dengan wanita muda dan cantik itu
terus menghantui pikirannya.
Hatinya semakin panas sampai ia
tak sanggup menahan air matanya
yang kini menetes di pipi.
Tiga puluh menit ia menangis sejadi-
jadinya, dipeluknya bantal guling itu
dengan penuh rasa kesal sampai
kemudian ia jatuh tertidur akibat
kelelahan. Namun tak seberapa lama
ia terkulai tiba-tiba ia terhenyak
dan kembali menangis. Rupanya
bayangan itu benar-benar merasuki
pikirannya hingga dalam tidurnyapun
ia masih membayangkan hal itu.
Sejenak ia kemudian berdiri dan
melangkah keluar kamar tidur itu
menuju sebuah ruangan kecil di
samping kamar tidurnya, ia
menyalakan lampu dan langsung
menuju tumpukan obat yang
memenuhi sebagian ruangan yang
mirip apotik keluarga. Disambarnya
tas dokter yang ada di situ lalu
membuka sebuah bungkusan pil
penenang yang biasa diberikannya
pada pasien yang panik. Ditelannya
pil itu lalu meminum segelas air.
Beberapa saat kemudian ia menjadi
tenang kemudian ia menuju ke
ruangan kerjanya yang tampak
begitu lengkap. Di sana ia membuka
beberapa buku, namun bebarapa
lamanya kemudian wanita itu
kembali beranjak menuju kamar
tidurnya. Wajahnya kini kembali
cerah, seberkas senyuman terlihat
dari bibirnya yang sensual. Ia duduk
di depan meja rias dengan cermin
besar, hatinya terus berbicara.
"Masa sih aku harus mengalah terus,
kalau ******* itu bisa berselingkuh
kenapa aku tidak ", benaknya sambil
menatap dirinya sendiri di cermin
itu. Satu-persatu di lepasnya
kancing baju kerja yang sedari tadi
belum dilepasnya itu, ia tersenyum
melihat keindahan tubuhnya sendiri.
Bagian atas tubuhnya yang dilapisi
baju dalam putih berenda itu
memang tampak sangat mempesona.
Meski umurnya kini sudah mencapai
empat puluh tahun, namun tubuh itu
jelas akan membuat lelaki tergiur
untuk menyentuhnya.
Kini ia mulai melepaskan baju dalam
itu hingga bagian atas tubuhnya kini
terbuka dan hanya dilapisi BH.
Perlahan ia berdiri dan memutar
seperti memamerkan tubuhnya yang
bahenol itu. Buah dadanya yang
besar dan tampak menantang itu
diremasnya sendiri sambil
mendongak membayangkan dirinya
sedang bercinta dengan seorang
lelaki. Kulitnya yang putih mulus dan
bersih itu tampak tak kalah
mempesonakan.
" Kalau ******* itu bisa mendapat
wanita muda belia, kurasa tubuh
dan wajahku lebih dari cukup untuk
memikat lelaki muda ", gumamnya lagi.
"Akan kumulai sekarang juga, tapi..",
tiba-tiba pikirannya terhenti.
" Selama ini aku tak pernah mengenal
dunia itu, siapakah yang akan
kucari? hmm.. ".
Tangannya meraih tas kerja di atas
mejanyanya, dibongkarnya isi tas itu
dan menemukan beberapa kartu
nama, sejenak ia memperhatikannya.
" Dokter Felix, lelaki ini doyan
nyeleweng tapi apa aku bisa meraih
kepuasan darinya? Lelaki itu lebih
tua dariku ", katanya dalam hati
sambil menyisihkan kartu nama
rekan dokternya itu.
" Basuki Hermawan, ah…, pejabat pajak
yang korup, aku jijik pada orang
seperti ini ", ia merobek kartu nama
itu.
" Oh ya…, pemuda itu, yah…, pemuda itu,
siapakah namanya, Dodi?.., oh bukan.
Doni?.., oh bukan juga, ah di mana
sih aku taruh kartu namanya.. ", ia
sibuk mencari, sampai-sampai semua
isi tak kerja itu dikeluarkannya
namun belum juga ia temukan.
"*******! Aku lupa di mana
menaruhnya", sejenak ia berhenti
mencari dan berpikir keras untuk
mencoba mengingat di mana kartu
nama pemuda gagah berumur dua
puluh limaan itu. Ia begitu menyukai
wajah pemuda yang tampak polos
dan cerdas itu. Ia sudah terbayang
betapa bahagianya jika pemuda itu
mau diajak berselingkuh.
"Ahaa! Ketemu juga kau!", katanya
setengah berteriak saat melihat
kartu nama dengan logo Hilton
International. Ia beranjak berdiri
dan meraih hand phone, sejenak
kemudian ia sudah tampak
berbicara.
"Halo, dengan Edo…, maaf Bapak Edo?".
"Ya benar, saya Edo tapi bukan
Bapak Edo, anda siapa ", terdengar
suara ramah di seberang.
" Ah maaf…, Edo , saya Dokter Miranti,
kamu masih ingat? Kita ketemu di
Rest Room hotel Hilton International
tadi siang ".
"Oooh, Bu dokter, tentu dong saya
ingat. Masa sih saya lupa sama Bu
dokter idola saya yang cantik ".
"Eh kamu bisa saja, Do".
"Gimana Bu, ada yang bisa saya
bantu ?", tanya Edo beberapa saat
setelah itu.
" Aku ingin membicarakan tentang
seminar minggu depan untuk
mempersiapkan akomodasinya, untuk
itu sepertinya kita perlu berbicara ".
"No problem, Bu. Kapan ibu ada
waktu ".
"Lho kok jadi nanya aku, ya kapan
kamu luang aja dong ".
"Nggak apa-apa Bu, untuk orang
seperti ibu saya selalu siap, gimana
kalau besok kita makan siang
bersama ".
"Hmm…, rasanya aku besok ada
operasi di rumah sakit. Gimana
kalau sekarang saja, kita makan
malam ".
"Wah kebetulan Bu, saya memang lagi
lapar. baiklah kalau begitu, saya
jemput ibu ".
"Oohh nggak usah, biar ibu saja yang
jemput kamu, kamu di mana ?".
"wah jadi ngerepotin dong, tapi oke-
lah. Saya tunggu saja di Resto
Hilton, okay ?".
"Baik kalau begitu dalam sepuluh
menit saya datang ", kata wanita itu
mengakhiri percakapannya.
Lalu dengan tergesa-gesa ia
mengganti pakaian yang
dikenakannya dengan gaun terusan
dengan belahan di tengah dada.
Dengan gesit ia merias wajah dan
tubuh yang masih tampak menawan
itu hingga tak seberapa lama
kemudian ia sudah tampak anggun.
" Mbok..!", ia berteriak memanggil
pembantu.
" Dalem…, Nyaah!", sahut seorang yang
tiba-tiba muncul dari arah dapur.
" Malam ini ibu ndak makan di rumah,
nanti kalau tuan nelpon bilang saja
ibu ada operasi di rumah sakit ".
"Baik, Nyah..", sahut pembantunya
mengangguk.
Sang dokter itupun berlalu
meninggalkan rumahnya tanpa
diantar oleh sopir.
Kini sang dokter telah tampak
menyantap hidangan makan malam
itu bersama pemuda tampan
bernama Edo yang berumur jauh di
bawahnya. Maksud wanita itu untuk
mengencani Edo tidak dikatakannya
langsung. Mereka mula-mula hanya
membicarakan perihal kontrak kerja
antara kantor sang dokter dan
hotel tempat Edo bekerja. Namun
hal itu tidak berlangsung lama, dua
puluh menit kemudian mereka telah
mengalihkan pembicaraan ke arah
pribadi.
"Maaf lho, Do. Kamu sudah punya
pacar ?", tanya sang dokter.
"Dulu pernah punya tapi…", Edo tak
melanjutkan kalimatnya.
" Tapi kenapa, Do?", sergah wanita itu.
"Dia kawin duluan, ah…, Emang bukan
nasib saya deh, dia kawin sama
seorang om-om senang yang cuma
menyenangi tubuhnya. Namanya
Rani.. ".
"Maaf kalau ibu sampai membuat
kamu ingat sama masa lalu ".
"Nggak apa-apa kok, Bu. Toh saya
sudah lupa sama dia, buat apa cari
pacar atau istri yang mata duitan ".
"Sukurlah kalau begitu, trus
sekarang gimana perasaan kamu".
"Maksud ibu?".
"Perasaan kamu yang dikhianati, apa
kamu masih dendam ?", tanya sang
dokter seperti merasa ingin tahu.
" Sama si Rani sih nggak marah lagi,
tapi sampai sekarang saya masih
dendam kesumat sama om-om atau
pejabat pemerintah yang seperti
itu ", jelas Edo pada wanita itu
sembari menatapnya.
Sejenak keduanya bertemu pandang,
Edo merasakan sebuah perasaan
aneh mendesir dadanya. Hanya
beberapa detik saja keduanya saling
memandang sampai Edo tersadar
siapa yang sedang dihadapinya.
"Ah, ma.., ma.., maaf, Bu. Bicara saya
jadi ngawur ", kata pemuda itu
terpatah-patah. "Oh nggak…, nggak
apa-apa kok, Do. Aku juga punya
problem yang serupa dengan kamu",
jawab wanita itu sambil kemudian
mulai menceritakan masalah pribadi
dalam keluarganya. Ia yang kini
sudah memiliki dua anak yang
bersekolah di Amerika itu sedang
mengalami masalah yang cukup
berat dalam rumah tangganya.
Dengan penuh emosi ia menceritakan
masalahnya dengan suaminya yang
seorang pejabat pemerintah
sekaligus pengusaha terkenal itu.
" Berkali-kali aku mendengar cerita
tentang kebejatan moralnya, ia
pernah menghamili sekertarisnya di
kantor, lalu wanita itu ia pecat
begitu saja dan membayar seorang
satpam untuk mengawini gadis itu
guna menutupi aibnya. Dasar lelaki
*******" , ceritanya pada Edo.
"Sekarang dia sudah berhubungan lagi
dengan seorang wanita pengusaha di
luar negeri. Baru tadi aku
melihatnya bersama dalam sebuah
berita di TV ", lanjut wanita itu
dengan raut muka yang sedih.
" Sabar, Bu. Mungkin suatu saat dia
akan sadar. Masa sih dia nggak
sadar kalau memiliki istri secantik
ibu ", ujar Edo mencoba menghiburnya.
"Aku sudah bosan bersabar terus,
hatiku hancur, Do. Kamu sudah tahu
kan gimana rasanya dikhianati?
Dibohongi ?", sengitnya sambil
menatap pemuda itu dengan
tatapan aneh. Wanita itu seperti
ingin mengatakan sesuatu pada Edo.
Beberapa menit keadaan menjadi
vacum. Mereka saling menatap
penuh misteri. Dada Edo mendesir
mendapat tatapan seperti itu,
pikirannya bertanya-tanya.
" Ada apa ini?", gumamnya dalam hati.
Namun belum sempat ia menerka
apa arti tatapan itu, tangannya
tiba-tiba merasakan sesuatu yang
lembut menyentuh, ia terhenyak
dalam hati. Desiran dadanya kini
berubah menjadi getaran keras di
jantungnya. Namun belum sempat ia
bereaksi atas semua itu tangan
sang dokter itu telah meremas
telapak tangan Edo dengan mesra.
Kini ia menatap wanita itu, dokter
Miranti memberinya senyuman,
masih misteri.
"Edo…., kamu dan aku memiliki masalah
yang saling berkaitan", katanya
perlahan.
" Ma…, maksud ibu?", Edo tergagap.
"Kehidupan cinta kamu dirusakkan
oleh generasi seumurku, dan rumah
tanggaku rusak oleh kehidupan bejat
suamiku. Kita sama-sama memiliki
beban ingatan yang menyakitkan
dengan musuh yang sama ".
"lalu?".
"Kenapa tak kamu lampiaskan
dendam itu padaku ?".
"Maksud ibu?", Edo semakin tak
mengerti.
" Aku dendam pada suamiku dan kaum
mereka, dan kau punya dendam
pada para pejabat yang telah
mengecewakanmu. Kini kau
menemukan aku, lampiaskan itu.
Kalau mereka bisa menggauli
generasimu mengapa kamu nggak
menggauli kaum mereka? Aku istri
pejabat, dan aku juga dikecewakan
oleh mereka ".
"Saya masih belum mengerti, Bu".
"Maksudku, hmm…, kenapa kita tidak
menjalin hubungan yang lebih dekat
lagi ", jelas wanita itu.
Edo semakin penasaran, ia
memberanikan dirinya bertanya,
" Maksud ibu…, mm…, ki…, ki…, kita
berselingkuh? ", ia berkata sambil
memberanikan dirinya menatap
wanita paruh baya itu.
" Yah…, kita menjalin hubungan cinta",
jawab dokter Miranti enteng.
" Tapi ibu wanita bersuami, ibu punya
keluarga ".
"Ya…, tapi sudah hancur, tak ada
harapan lagi. Kalau suamiku bisa
mencicipi gadis muda, kenapa aku
tidak bisa ?", lanjutnya semakin
berani, ia bahkan merangkul pundak
pemuda itu. Edo hanya terpaku.
" Ta…, tapi, Bu…".
"Seumur perkawinanku, aku hanya
merasakan derita, Do. Aku ingin
kejantanan sejati dari seorang pria.
Dan pria itu adalah kamu, Do ", lalu ia
beranjak dari tempat duduknya
mendekati Edo. Dengan mesra
diberinya pemuda itu sebuah
kecupan. Edo masih tak bereaksi, ia
seperti tak mempercayai kejadian
itu.
"Apakah saya mimpi?", katanya konyol.
"Tidak, Do. Kamu nggak mimpi, ini
aku, Dokter Miranti yang kamu
kagumi ".
"Tapi, Bu.., ibu sudah bersuami".
"Tolong jangan katakan itu lagi Edo ".
Kemudian keduanya terpaku lama,
sesekali saling menatap. Pikiran Edo
berkecamuk keras, ia tak tahu
harus berkata apa lagi. Sebenarnya
ia begitu gembira, tak pernah ia
bermimpi apapun. Namun ia masih
merasa ragu.
" Apakah segampang ini?", gumamnya
dalam hati.
" Cantik sekali dokter ini, biarpun
umurnya jauh lebih tua dariku tapi
oh tubuh dan wajahnya begitu
menggiurkan, sudah lama aku
memimpikan bercinta dengan wanita
istri pejabat seperti dia. Tapi …",
hatinya bertanya-tanya. Sementara
suasana vacum itu berlangsung
begitu lama. Kini mereka duduk
dalam posisi saling bersentuhan.
Baru sekitar tiga puluh menit
kemudian dokter Miranti tiba-tiba
berdiri.
"Do, saya ingin ngobrol lebih banyak
lagi, tapi nggak di sini, kamu temui
saya di Hotel Hyatt. Saya akan
memesan kamar di situ. Selamat
malam ", serunya kemudian berlalu
meninggalkan Edo yang masih
terpaku.
Pemuda itu masih terlihat melamun
sampai seorang pelayan restoran
datang menyapanya.
" Pak Edo, bapak mau pesan lagi?".
"Eh…, oh nggak…, nggak, aduh saya kok
ngelamun", jawabnya tergagap
mengetahui dirinya hanya terduduk
sendiri.
" Teman Bapak sudah tiga puluh
menit yang lalu pergi dari sini ", kata
pelayan itu.
" Oh ya?", sahut Edo seperti orang
bodoh. Pelayan itu mengangkat
bahunya sambil berlalu.
" Eh…, billnya!", panggil Edo.
"Sudah dibayar oleh teman Bapak",
jawab pelayan itu singkat.
Kini Edo semakin bingung, ia masih
merasakan getaran di dadanya.
Antara percaya dan tidak. Ia
kemudian melangkah ke lift dan
turun ke tempat parkir. Hanya satu
kalimat dokter Miranti yang kini
masih terngiang di telinganya. Hotel
Grand Hyatt!
Dengan tergesa-gesa ia menuju ke
arah mobilnya. Perjalanan ke hotel
yang dimaksud wanita itu tak
terasa olehnya, kini ia sudah sampai
di depan pintu kamar yang
ditanyakannya pada receptionis.
Dengan gemetar ia menekan bel di
pintu kamar itu, pikirannya masih
berkecamuk bingung.
"Masuk, Do", sambut dokter Miranti
membuka pintu kamarnya. Edo
masuk dan langsung menatap
dokter Miranti yang kini telah
mengenakan gaun tidur sutra yang
tipis dan transparan. Ia masih
tampak terpaku.
"Do, ini memang hari pertemuan kita
yang pertama tapi apakah salahnya
kalau kita sama-sama saling
membutuhkan " , kata dokter Miranti
membuka pembicaraan.
" Cobalah realistis, Do. Kamu juga
menginginkan ini kan ?", lanjut
wanita itu kemudian mendudukkan
Edo di pinggir tempat tidur luas itu.
Edo masih tampak bingung sampai
sang dokter memberinya kecupan di
bibirnya, ia merasakan seperti ada
dorongan untuk membalasnya.
"Oh…, Bu", desahnya sambil kemudian
merangkul tubuh bongsor dokter
Miranti. Dadanya masih bergetar
saat merasakan kemesraan wanita
itu. Dokter Miranti kemudian
memegang pundaknya dan melucuti
pakaian pemuda itu. Dengan perlahan
Edo juga memberanikan diri melepas
ikatan tali gaun tidur sutra yang
dikenakan sang dokter. Begitu
tampak buah dada dokter Miranti
yang besar dan ranum itu, Edo
terhenyak.
"Oh…, indahnya susu wanita ini",
gumamnya dalam hati sambil lalu
meraba payudara besar yang masih
dilapisi BH itu. Tangan kirinya
berusaha melepaskan kancing BH di
punggung dokter Miranti. Ia
semakin terbelalak saat melihat
bentuk buah dada yang kini telah
tak berlapis lagi. Tanpa menunggu
lagi nafsu pemuda itu bangkit dan
ia segera meraih buah dada itu dan
langsung mengecupnya. Dirasakannya
kelembutan susu wanita cantik
paruh baya itu dengan penuh
perasaan, ia kini mulai menyedot
puting susu itu bergiliran.
"Ooohh…, Edo…, nikmat sayang…., mm
sedot terus sayang ooohh, ibu
sayang kamu, Do …, ooohh", desah
dokter Miranti yang kini mendongak
merasakan sentuhan lidah dan mulut
Edo yang menggilir kedua puting
susunya. Tangan wanita itupun mulai
meraih batang kemaluan Edo yang
sudah tegang sedari tadi, ia
terhenyak merasakan besar dan
panjangnya penis pemuda itu.
" Ohh…, besarnya punya kamu, Do.
Tangan ibu sampai nggak cukup
menggenggamnya " , seru dokter
Miranti kegirangan. Ia kemudian
mengocok-ngocokkan penis itu
dengan tangannya sambil menikmati
belaian lidah Edo di sekitar payudara
dan lehernya.
Kemaluan Edo yang besar dan
panjang itu kini tegak berdiri bagai
roket yang siap meluncur ke
angkasa. Pemuda yang sebelumnya
belum pernah melakukan hubungan
seks itu semakin terhenyak
mendapat sentuhan lembut pada
penisnya yang kini tegang. Ia asyik
sekali mengecupi sekujur tubuh
wanita itu, Edo merasakan sesuatu
yang sangat ia dambakan selama ini.
Ia tak pernah membayangkan akan
dapat menikmati hubungan seks
dengan wanita yang sangat ia
kagumi ini, ia yang sebelumnya
bahkan hanya menonton film biru
itu kini mempraktekkan semua yang
ia lihat di dalamnya. Hatinya begitu
gembira, sentuhan-sentuhan lembut
dari tangan halus dokter Miranti
membuatnya semakin terlena.
Dengan mesra sekali wanita itu
menuntun Edo untuk menikmati
sekujur tubuhnya yang putih mulus
itu. Dituntunnya tangan pemuda itu
untuk membelai lembut buah
dadanya, lalu bergerak ke bawah
menuju perutnya dan berakhir di
permukaan kemaluan wanita itu. Edo
merasakan sesuatu yang lembut
dan berbulu halus dengan belahan di
tengahnya. Pemuda itu membelainya
lembut sampai kemudian ia
merasakan cairan licin membasahi
permukaan kemaluan dokter Miranti.
Ia menghentikan gerakannya
sejenak, lalu dengan perlahan sang
dokter membaringkan tubuhnya dan
membuka pahanya lebar hingga
daerah kemaluan yang basah itu
terlihat seperti menantang Edo.
Pemuda itu terbelalak sejenak
sebelum kemudian bergerak
menciumi daerah itu, jari tangan
dokter Miranti kemudian menarik
bibir kemaluannya menjadi semakin
terbuka hingga menampakkan semua
isi dalam dinding vaginanya. Edo
semakin terangsang, dijilatinya
semua yang dilihat di situ, sebuah
benda sebesar biji kacang di antara
dinding vagina itu ia sedot masuk
ke dalam mulutnya. Hal itu membuat
dokter Miranti menarik nafas
panjang merasakan nikmat yang
begitu hebat.
"Ohh…, hmm…, Edo, sayang, ooohh",
desahnya mengiringi bunyi ciplakan
bibir Edo yang bermain di
permukaan vaginanya.
Dengan gemas Edo menjilati
kemaluan itu, sementara dokter
Miranti hanya bisa menjerit kecil
menahan nikmat belaian lidah Edo. Ia
hanya bisa meremas-remas sendiri
payudaranya yang besar itu sambil
sesekali menarik kecil rambut Edo.
" Aduuuh sayang, ooohh nikmaat…,
sayang…, oooh Edo…, ooohh pintarnya
kamu sayang…, ooohh nikmatnya… ,
ooohh sedooot teruuusss… , ooohh
enaakkk…, hmm…, ooohh", jeritnya
terpatah-patah.
Puas menikmati vagina itu, Edo
kembali ke atas mengarahkan
bibirnya kembali ke puting susu
dokter Miranti. Sang dokterpun
pasrah saja, ia membiarkan dirinya
menikmati permainan Edo yang
semakin buas saja. Daerah sekitar
puting susunya tampak sudah
kemerahan akibat sedotan mulut
Edo.
" ooohh, Edo sayang. Berikan penis
kamu sama ibu sayang, ibu ingin
mencicipinya " , pinta wanita itu
sambil beranjak bangun dan
menggenggam kemaluan Edo.
Tangannya tampak bahkan tak
cukup untuk menggenggamnya,
ukurannya yang super besar dan
panjang membuat dokter Miranti
seperti tak percaya pada apa yang
dilihatnya. Wanita itu mulai
mengulum penis Edo, mulutnya penuh
sesak oleh kepala penis yang besar
itu, hanya sebagian kecil saja
kemaluan Edo yang bisa masuk ke
mulutnya sementara sisanya ia
kocok-kocokkan dengan telapak
tangan yang ia lumuri air liurnya.
Edo kini menikmati permainan itu.
" Auuuhh…, Bu, ooohh…, enaakk aahh Bu
dokter…, oooh nikmat sekali…, mm…,
oooh enaknya…, ooohh…, ssstt…, aahh",
desah pemuda itu mulai
menikmatinya.
Sesaat kemudian, Dokter Miranti
melepaskan kemaluan yang besar itu
lalu membaringkan dirinya kembali di
pinggiran tempat tidur. Edo meraih
kedua kaki wanita itu dan langsung
menempatkan dirinya tepat di depan
selangkangan dokter Miranti yang
terbuka lebar. Dengan sangat
perlahan Edo mengarahkan
kemaluannya menuju liang vagina
yang menganga itu dan, "Sreett..,
bleeesss".
"Aduuuhh…, aauuu Edooo…, sa.., sa..,
sakiiittt… , vaginaku robeeek aahh…,
sakiiit", teriak dokter Miranti
merasakan vaginanya yang ternyata
terlalu kecil untuk penis Edo yang
super besar, ia merasakan
vaginanya robek oleh terobosan
penis Edo. Lebih dahsyat dari saat
ia mengalami malam pertamanya.
"Edo sayang, punya kamu besar
sekali. Vaginaku rasanya robek do,
main yang pelan aja ya, sayang ?",
pintanya lalu pada Edo.
" Ouuuhh…, ba.., ba.., baik, Bu", jawab Edo
yang tampak sudah merasa begitu
nikmat dengan masuknya penis ke
dalam vagina dokter Miranti.
Kini dibelainya rambut sang dokter
sambil menciumi pipinya yang halus
dengan mesra. Pemuda itu mulai
menggerakkan penisnya keluar
masuk vagina dokter Miranti dengan
perlahan sekali sampai beberapa
menit kemudian rasa sakit yang ada
dalam vagina wanita itu berubah
menjadi nikmat, barulah Edo mulai
bergerak menggenjot tubuh wanita
itu dengan agak cepat. Gerakan
tubuh mereka saling membentur
mempertemukan kedua kemaluan
mereka. Nafsu birahi mereka
tampak begitu membara dari
gerakan yang semakin lama semakin
menggairahkan, teriakan kecil kini
telah berubah menjadi desah keras
menahan nikmatnya hubungan seks
itu.
Keduanya tampak semakin
bersemangat, saling menindih bergilir
menggenjot untuk meraih tahap
demi tahap kenikmatan seks itu.
Edo yang baru pertama kali
merasakan nikmatnya hubungan
seks itu benar-benar menikmati
keluar masuknya penis besar itu ke
dalam liang vagina sang dokter yang
semakin lama menjadi semakin licin
akibat cairan kelamin yang muali
melumasi dindingnya. Demikian pula
halnya dengan dokter Miranti. Ia
begitu tampak kian menikmati
goyangan tubuh mereka, ukuran
penis Edo yang super besar dan
terasa merobek liang vaginanya itu
kini menjadi sangat nikmat
menggesek di dalamnya. Ia
berteriak sejadi-jadinya, namun
bukan lagi karena merasa sakit tapi
untuk mengimbangi dahsyatnya
kenikmatan dari penis pemuda itu.
Tak pernah ia bayangkan akan
dapat menemukan penis sebesar
dan sepanjang milik Edo, penis
suaminya yang bahkan ia tahu
sering meminum obat untuk
pembesar alat kelamin tak dapat
dibandingkan dengan ukuran penis
Edo. Baru pertama kali ini ia melihat
ada kemaluan sebesar itu, panjang
dan keras sekali.
Bunyi teriakan nyaring bercampur
decakan becek dari kedua alat
kelamin mereka memenuhi ruangan
luas di kamar suite hotel itu.
Desahan mereka menahan
kenikmatan itu semakin memacu
gerakan mereka menjadi kian liar.
" Ooohh…, ooohh…, ooohh…, enaak…, oooh…,
enaknya bu…, ooohh nikmat sekali
ooohh", desah Edo.
"mm…, aahh…, goyang terus, Do…, ibu
suka sama punya kamu, ooohh…,
enaknya, sayang ooohh…, ibu sayang
kamu Edo…, ooohh", balas dokter
Miranti sambil terus mengimbangi
genjotan tubuh pemuda itu dengan
menggoyang pinggulnya.
Lima belas menit lebih mereka
melakukannya dengan posisi itu
dimana Edo menindih tubuh sang
dokter yang mengapit dengan
pahanya. Kini saatnya mereka ingin
mengganti gaya.
"Ouuuhh Edo sayang, ganti gaya
yuuuk ?", ajak sang dokter sambil
menghentikan gerakannya.
" Baik, Bu", jawab pemuda itu
mengiyakan.
" Kamu di bawah ya sayang? Ibu
pingin goyang di atas tubuh kamu",
katanya sambil menghentikan
gerakan tubuh Edo, pemuda itu
mengangguk sambil perlahan
melepaskan penisnya dari jepitan
vagina dokter Miranti. Kemudian ia
duduk sejenak mengambil nafas
sambil memandangi tubuh wanita
itu.
" uuuh, cantiknya wanita ini", ia
bergumam dalam hati lalu berbaring
menunggu dokter Miranti yang
sudah siap menungganginya.

mustofa satrio 01 Mar, 2011


--
Source: http://mustofaxxxzone.blogspot.com/2011/03/pembalasan-selingkuh-dokter-miranti.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com

UNLIMITED DOWNLOAD 3GP BOKEP TERBARU CLICK DISINI......

NO HP CEWEK2 PANGGILAN GILA SEXS CLICK DISINI......

ALAMAT FACEBOOK< TWUITER, dan No HP CEWEK2 (AYAM KAMPUS) INDO CLICK DISINI......